Jumat, 16 November 2012



Anarkis Bukan Budaya !

Kasus anarkisme massa, termasuk yang menekan aparat negara untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sudah masuk pada tahap membahayakan. Eskalasinya begitu memprihatinkan dan mengancam kebhinekaan Indonesia. Kalau tidak menimbulkan kerusakan fisik bangunan atau barang, aksi-aksi tersebut juga berpotensi dapat menimbulkan korban luka dan meninggal dunia. Apa pun alasan dan motif yang memicunya, aksi-aksi kekerasan tersebut termasuk tindakan barbar yang tidak boleh diberi ruang.
Di alam demokrasi saat ini segala ketidakpuasan atau kekecewaan boleh saja diungkapkan secara terbuka. Tetapi, tidak boleh dilandasi kekerasan yang menyebabkan pihak lain terganggu atau dirugikan. Dalih apa pun, kekecewaan terhadap kebijakan negara tidak boleh berwujud tindakan anarkistis. Apalagi, jika dilakukan oleh sekumpulan orang yang berbentuk massa yang rawan terprovokasi. Aksi anarkistis tidak boleh menjadi model untuk menumpahkan segala bentuk kekecewaan ataupun aspirasi.
Tidak boleh dijadikan 'model perjuangan' karena akan menghancurkan sistem nilai dan tatanan bernegara yang selama ini dijaga untuk merekatkan pluralisme. Memang konstitusi negara menjamin kebebasan bagi publik untuk berserikat, berhimpun, dan menyampaikan aspirasinya di ruang publik. Namun, harus mengacu pada norma hukum dan norma sosial yang berlaku. Saat kekerasan terus mewarnai penyaluran aspirasi, atau ketika ruang publik mengancam rasa aman masyarakat untuk beraktivitas tanpa ada tindakan tegas, dipastikan negara akan kehilangan substansinya sebagai pelindung rakyat.
Menurut saya : Negara tidak boleh abai dari kewajibannya melindungi rakyat dari ancaman, apalagi hanya jadi penonton karena takut berbenturan dengan massa. Akibat tekanan ekonomi dan ketidakpastian hukum, masyarakat semakin mudah tersulut marah dan tersinggung meski hanya persoalan sepele. Amuk massa terjadi di mana-mana, termasuk bentrok antaraparat keamanan dengan meniru ulah pelajar tingkat SLTP.
Salah satu momok yang mengancam rasa aman masyarakat      

TAWURAN ANTAR PELAJAR

Tawuran pelajar saat ini sudah menjadi momok bagi masyarakat. Prilaku tawuran pelajar bukan hanya mengakibatkan kerugian harta benda atau korban cedera tapi sudah merenggut ratusan nyawa melayang sia-sia selama sepuluh tahun terakhir.

Beberapa tahun lalu beberapa siswa dari sebuah sekolah swasta ditangkap polisi karena membacok siswa SMK 5 Semarang. Mereka terancam dikeluarkan dari sekolah dan dihukum penjara. Wali Kota Sukawi Sutarip mendukung bila sekolah mengeluarkan siswa yang terlibat tawuran. Bahkan ia mengatakan, semua sekolah di Semarang tidak boleh menerima siswa itu lagi. Akankah tindakan represif semacam itu akan menyelesaikan masalah?
Maraknya tawuran pelajar dipicu oleh banyak faktor. Pada tingkat mikro, rendahnya kualitas pribadi dan sosial siswa mendorong mereka berprilaku yang tidak pronorma. Pada tingkat messo, buruknya kualitas dan manajemen pendidikan mendorong rasa frustasi anak yang dilampiaskan pada tindakan negatif, termasuk tawuran. Di tingkat makro, persoalan pengangguran, kemiskinan, dan kesulitan hidup memberi sumbangan tinggi bagi terbentuknya masyarakat (termasuk siswa) yang merasa kehilangan harapan untuk hidup layak. Pembahasan pada artikel ini dibatasi pada bidang pendidikan.
Sekolah sebagai “Pembunuh” Siswa





Beragam “prestasi buruk” selama ini menghadapkan pendidikan pada pertanyaan mendasar tetapi sangat fundamental: sejauhmana efektivitas pendidikan bagi peningkatan kualitas siswa. Pertanyaan mendasar tersebut layak dikedepankan mengingat sumbangsih pendidikan bagi masyarakat belum terlihat secara kasat mata. Padahal “investasi” yang diserap dunia pendidikan sangat besar. Pendidikan belum berhasil menjadi solusi bagi kesejahteraan hidup manusia, tetapi sebaliknya: menciptakan masalah bagi masyarakat.
Salah satu masalah yang dihadapi pendidikan adalah kurikulum yang dianggap terlalu berat dan membebani siswa. Kuatnya campur tangan pemerintah dalam dunia pendidikan ditengarai pada dominannya pemerintah dalam penyusunan kurikulum. Di samping itu, banyak pihak yang ingin memasukan “kepentingannya” dalam kurikulum pendidikan. Departemen Koperasi ingin ada pelajaran tentang koperasi, pengusaha industri ingin ada pelajaran teknis kerja, serikat buruh ingin ada pelajaran tentang buruh. Akibatnya batok kepala siswa menjadi “keranjang sampah” bagi beragam kepentingan.
Banyaknya bidang kajian menjadikan substansi pengetahuan menjadi sedikit, tetapi terlalu montok. Akhirnya kita lupa, bahwa apa yang dipelajari siswa “tidak bermanfaat”. Sudah sumpeg, metode pembelajarannya pun represif. Modus pembelajaran yang monolog oleh guru terasa benar miskin makna. Yang dimaksud cerdas oleh guru adalah besarnya daya ingat siswa terhadap segudang informasi, seperti halnya ketangkasan cerdas cermat.
Pendidikan juga terlalu science minded. Ada siswa SMU yang setiap minggunya harus belajar matematika 10 jam dan fisika masing-masing 10 jam pelajaran. Seolah-olah matematika dan fisika merupakan satu-satunya jawaban dari persoalan hidup manusia. Jarang sekali ada sekolah yang mengembangkan pembelajaran sesuai potensi, minat, dan bakat siswa seperti olah raga atau musik, misalnya.
Akibat kurikulum yang terlalu berat menjadikan sekolah sebagai “stressor baru” sebagai siswa. Disebut “baru” karena siswa sebenarnya sudah sangat tertekan akibat berbagai persoalan keluarga dan masyarakat (termasuk pengangguran dan kemiskinan). Akibatnya, siswa ke sekolah tidak enjoy tetapi malah stress. Siswa tidak menganggap sekolah sebagai aktivitas yang menyenangkan tetapi sebaliknya: membebani atau bahkan menakutkan. Akibatnya, siswa lebih senang keluyuran dankongkow-kongkow di jalan-jalan daripada mengikuti pelajaran di sekolah. Ada joke yang akrab di masyarakat, sekolah sudah menjadi “pembunuh nomor satu” di atas penyakit jantung.
Siswa bukan hanya terbunuh secara fisik karena tawuran, tetapi juga terbunuh bakat dan potensinya. Banyak talenta siswa yang semestinya bisa dikembangkan dalam bidang olahraga, seni, bahasa, atau jurnalistik, hilang sia-sia akibat “mabuk” belajar fisika dan matematika.
Seorang kawan secara berkelakar mengatakan lebih enak bekerja daripada sekolah. Orang bekerja mulai pukul 9 sampai 4 sore (7 jam), selama 5 hari perminggu. Sedangkan siswa masuk sekolah pukul 7 sampai 13.30 (6,5 jam), hampir sama dengan orang bekerja. Tetapi ingat malam hari siswa harus belajar atau mengerjakan pekerjaan rumah, serta masuk 6 hari perminggu.
Bagaimana mengatasi kurikulum dianggap overload ini? Karena sudah “terlanjur”, pendidikan harus berani meredefinisi semua programnya. Tetapi, sanggupkah para penentu kebijakan melakukan perombakan? Itulah masalahnya. Banyak pengelola pendidikan bermental “priyayi”. Mereka lebih memikirkan kenaikan pangkatnya daripada peningkatan kualitas pendidikan. Budaya “cari muka” dan “minta petunjuk” membuat mereka tidak berani melakukan perubahan. Sebab, mereka tidak mau mempertaruhkan kenaikan pangkatnya. Lebih baik “adem ayem” kenaikan pangkat lancar daripada “kritis” tetapi terancam.
Penanganan :

Sekolah yang Menyenangkan
Saat ini mulai berkembang paradigma baru tentang “pendidikan yang menyenangkan”seperti model quantum learning. Dalam quantum learning pelajaran sekolah tidak menjadi beban bagi siswa. Pendidikan disesuaikan dengan ranah berpikir siswa. Jadi bukannya siswa yang “dipaksa” mengikuti pelajaran sesuai kemauan guru, termasuk dalam hal penilaian benar-salah. Guru yang harus “masuk” ke dalam ranah berpikir siswa, menyelami apa pemikiran, kehendak, dan jiwa siswa. Dalam quantum learning, guru tidak bisa dengan otoriter memaksakan pendapatnya paling benar. Tetapi siswa dilibatkan untuk mengkaji kebenaran nilai-nilai itu dan perbedaan pendapat tidak dilarang. Selama ini kan tidak. Aturan yang dibuat sekolah bernilai mutlak. Siswa tidak punya kewajiban lain selain patuh. Kalau tidak patuh maka dianggap “melanggar peraturan” sehingga wajib diberi sanksi. Tidak ada hak bagi siswa untuk mengemukakan pendapat bahwa setiap aturan mesti tergantung pada konteksnya, termasuk konteks pemikiran siswa. Akibatnya, siswa patuh karena “pura-pura”.
Selain quantum learning, dipelopori David Golemen, para pemerhati pendidikan di Barat mulai menyadari bahwa kecerdasan emosional (EQ) tidak kalah penting dibanding kecerdasan intelektual (IQ). Bahkan menurut penelitian  siswa yang memiliki kecerdasan emosional tinggi, setelah dewasa justru lebih banyak yang “berhasil” dibanding siswa yang memiliki IQ tinggi. Paradigma baru ini hendaknya juga mulai diadopsi di Indonesia.
Kecerdasan emosional siswa meliputi kemampuan mengembangkan potensi diri dan melakukan hubungan sosial dengan manusia lain. Beberapa tolok ukurnya adalah: memiliki pengendalian diri, bisa menjalin relasi, memiliki sifat kepemimpinan, bisa melobi, dan bisa mempengaruhi manusia lain.
Siswa yang kecerdasan emosionalnya tinggi memiliki “beragam alternatif bahasa” untuk berkomunikasi dan bernegosiasi dengan manusia lain, termasuk dengan seseorang yang “dianggap musuh”. Sebaliknya, siswa yang kecerdasan emosionalnya rendah hanya memiliki satu bahasa: takut atau justru sebaliknya, tawur. Mereka juga tidak bisa “membedakan” musuh. Tolok ukur seseorang dianggap “kawan” atau “musuh” adalah seragamnya. Siapapun dia, asalnya darimana, kalau memakai seragam sekolah “lawan” harus dimusuhi.
Seragam sekolah menjadi sumber masalah. Meski tujuannya baik yakni untuk melatih kedisplinan, tetapi juga membawa dampak negatif. Seragam sekolah menumbuhkan identitas kelompok yang memicu tawuran. Lagipula, penyeragaman seragam sekolah juga tidak bermanfaat. Malahan, rok siswi yang kadang terlalu mini juga mengundang masalah sendiri bagi siswa laki-laki.Sebaiknya siswa tidak diwajibkan mengenakan seragam.
 Peran Orangtua
Keluarga harus menjadikan tempat yang nyaman bagi remaja untuk mencurahkan berbagai permasalahannya

masa remaja merupakan masa transisi mencari jati diri, sehingga peran orangtua dalam mengarahkan remaja agar memiliki karakter yang baik amatlah penting. 


Dengan demikian,maka karakter anak akan kuat dan tidak mudah terpengaruh lingkungan yang buruk. 

Selain orangtua, guru di sekolah juga punya peran besar untuk menjadi teladan dan sahabat bagi murid-murid yang masih remaja. 
diperlukan komitmen semua pihak untuk membentuk lingkungan yang ramah remaja. 

Misalkan saja, pemerintah daerah bisa menyediakan lebih banyak fasilitas umum, tempat olahraga maupun rekreasi agar remaja bisa mempunyai lebih banyak aktivitas yang positif.

Tayangan televisi dan media massa untuk tidak menampilkan berita atau tayangan yang mengandung unsur kekerasan karena bisa berpengaruh pada jiwa remaja. 

Itulah beberapa tawaran untuk mengurangi tawuran pelajar. Kalau usaha tersebut telah diikhtiarkan tetapi tawuran pelajar makin menggejala, artinya kita perlu berikhtiar lebih keras lagi. Justru itulah makna hakikat pendidikan: terus berusaha dan tak kenal menyerah.




Kamis, 08 November 2012

                                                                  My Live’s My Victory


            saat matahari menunjukkan laganya saat matahari berada di sentral penyinaran yaa pukul 12 lewat 15 menangislah anak manusia yang BARU mengirup udara bumi,merasakan fase baru setelah lama mendekap pada rahim,menangis..menangis menangis..ya aku menagis .
Sepanjang tangisku .. jika diterjemahkan aku berteriak..aku berteriak “Aku pemenang !..Aku pemenang “
Aku berjuang meraih kehidupan sampai mendarat di bumi dengan berjuta sel yang aktif dan hidup namun hanya AKU yang lolos dan diizinkan bermain ..
Sebut saja lomba lari,memulai di garis start aku berlari mencari celah dan berakhir pada finish dalam perlombaan ini tidak ada juara 2 dan 3 hanya juara 1.
Aku lahir sebagai status anak kandung asli dari rahim sehat ibuku sendiri dan kombinasi dengan gen ayah sebagai anak ke-3 perempuan yang diberi nama sederhana namun penuh pengharapan “Dini Triana”
Tak ada orang tua yang berharap anaknya menjadi buruk ,tak ingin orang tua memberikan yang tidak baik kepada anaknya dan mustahil jika orangtua membiarkan anak-anaknya tidak berakhlak .
Aku tumbuh dan berkembang dalam didikan 2 suku orangtua yang berbeda
bapakku berada pada suku jawa yang menjunjung tinggi kedisiplinan dan estetika
Beliau keras kepala namun ada pendingin di sisinya dia adaah bundaku yang asli betawi menjadi ibu yang kokoh dan istri yang taat menjalankan syariat.
           Orangtuaku mempunyai investasi akhirat 3 buah pertama Eka kakak pertama dan Dwi kakak kedua.. terakhir adalah aku .
Saat ibu mengandungku kakak laki2 ku(Dwi) sangat menginginkan adik perempuan kekecewaanya memuncak saat yang dia tau adiknya adalah perempuan ..
Entah kenapa kak Dwi tidak terlalu respect kepada adik perempuannya ini .
Aku pernah membaca sebuah kutipan Katanya “anak sepenuhnya milik orangtua saat berumur 5thun ,namun saat 6tahun sampai seterusnya ia milik lingkungan
           Kegiaatn awal sebagai anak yang berkembang pun dimulai,aku sebenarnya sudah aktif mewarnai walaupun wadahnya dinding-dinding rumahku,aku menggambar,mewarnai apa saja yang ku lihat namanya anak-anak..
Mulai gemar dengan “CRAYON” dan pensil berwarna,aku bemain  dan belajar di Taman Kanak-Kanak Darrul Ulum ,dekat dengann  rumah bibi dan jauh dari rumah ,Saat itu aku mengalami transisi jauh dari orangtua,karena kedua orangtuaku kerja ,kakak-kakakku pun masih kecil , aku dititipkan bibi sampai petang.Mungkin karena aku memang masih kanak-kanak dan butuh bimbingan orang dewasa.Namun saat aku jauh dari mereka aku mengatasi semua menggantikannya dengan mewarnai dan menggambar tak pernah bosan ,Belum merasakan sepi dan sendiri yang lebih karena anak-anak hanya bermain dan bermain .Di Tk Darull ulum aku mendapat peringkat pertama dan nilai terbesar di raport adalah menggambar ada juga nilai terkecil yaitu menghitung/matematika.Aku mengenal bu A’I ,bu Barkah dan bu Eva juga temen-temanku maya,arif,danu,dan rika .Dahulu aku diberi saku Rp500,- ada hari yang lain dari biasanya..aku menghabiskan uang saku sebanyak Rp,1000 ,- dan bapak jjelas marah kepadaku karena aku sudah dididik disiplin dalam aspek apapun,itulah bapak lain dengan ibu paling ibu hanya bicara “yaudah besok jangan di ulangi ..” kalau bapak menjelaskan pendapatnya tentang estetika,norma dan semacamnya tapi aku heran mengapa yang keras malah sering ku langgar?
Belum lagi saat aku menumpahkan susu teman sekelasku,memecahkan mangkuk bubur ayam,membuat bibir temenku berdarah dan menangis saat wisuda TK  ,

         Wisuda identik dengan kosmetik bedak,lipstick,eyeliner pokoknya terlihat menawan.
Aku menangis tak mau memakai lipstick “gaenak rasanya ga manis “aku menangis sembari menghapus,ibu memakaikannya lagi dengan merayu ku diiming-imingkan crayon baru dan terjadi berulang,aku  tau ibu ingin anaknya terlihat anggun namanya juga anak-anak ..

 Aku terus tumbuh menjulang ..dan lulus sebagai lulusan TK .

Sekarang aku duduk di bangku Sekolah Dasar Islam Terpadu.

Aku disekolahkan dengan Yayasan Al-Mukhtar ya.. masih berlandaskan Islam orangtuaku tak mau anakknya buta dan tuli dengan agama ini jelas karena agama menjadi dasar perjalanan hidup manusia .SDIT Al-Mukhtar adalah bangunan baru dan aku adalah angkatan pertama murid hanya 2kelas. kelas 1A dan 1B  kali ini dekat dari rumah.Metode pembelajaran disini salah satunya adalah tahfidzul Quran yaitu menghafal alQuran.kelas1 Qs.Al-Baqarah,kelas2 Q.Annaba-Annaziat..
Aku lupa pengelompokannya yang aku tau saat kelas 6 sebagai syarat kelulusan aku harus hafal juz30.Setiap istirahat yeng dipegang anah-anak kelas6 adalah juzz amma mengulang ulang agar tak lupa .Aku menjalani semuanya walau sempat terpogoh-pogoh.

       Di suatu malam.. aku menghafal dan menggenggam juzz ama saat itu adalah pada bagian Qs.Annaziat entah kenapa  aku merasa tak sanggup menghafal segitu banyaknya coba bayangkan.. usia 7tahun dicekoki hafalan berpuluh-puluh ayat dalam bahasa arab aku merasa lelah saat itu dan menangis ga mau menghafal aku mengeluh pada ibu “bu dini capee daritadi ga hafal-hafal”( menangis)
Ibu menjawab dengan tegas “baca 11x setiap ayat .hafalin yang ikhlas karena Allah!”
Aku tersentak dan segera mengambil air wudhu serasa ada energy khusus yang menyuntik setelah ibu bicara tadi simple tapi bermutu .
Besoknya saat aku maju sendiri untuk manghafal aku lancar benar..
Aku merasa pemenang bagi diriku sendiri .
Semua balik lagi dari apa yang diniatkan dari manusia itu sendiri.Pusatkan semua hanya pada dan untuk Alllah semata .tuuh …

       Tak terasa aku sudah lulus kelas 6 ,dan akan berlanjut di SMP .Jika ditanya oleh orang-orang “Dini ..mau SMP dimana?”
Aku menjawab “yang ada macetnya yang ada lampu merahnya”
Orang yang mendengar jawabanku pasti tertawa karena pada umumnya anak-anak seumuranku akan langsung menyebut nama SMP favoritnya tapi lain dengan ku ..

Beda kepala ya beda pula isinya ..
Mungkin mendengar jawaban jika aku ditanya ,orangtuaku buru berfikir keras akan disekolahkan dimana anak bungsunya itu?namun tetap pada keinginannya yaitu “MACET dan LAMPU MERAH”
Kenapa memilih  pilihan yang justru orang-orang hindari?
Jawabanya akan terungkap ..

Yang ada dikepalaku saat itu ..entah kenapa aku suka saat lampu merah berubah menjadi hijau dan orang-orang yang berkendara serentak berjalan rasanya ituuuu seperti dalam perlombaan balap motor “ngeeng ngeeeng…tiin tinn” sambil merasakan angin  alam yang mengibarkan pandangan .. yaa ditambah warna warni lampu merah kunung hijau sering aku jika melintasi bertanya dalam hati “kenapa warnanya merah,kunung hijau?kan udah punya pelangi warnanya???

aku suka keriuhan aku suka keramaian aku tak suka sepi..
Yasudah akhirnya aku berhasil merayu keduaorangtuaku untuk sekolah dengan syarat tadi
Aku bersekolah di MTSN01 yang berada di bagian timur bekasi .Jl.Agus Salim no.179
Orangtuaku memang selalu membebaskan anak-anaknya dalam memilih tapi harus konsisten  dengan resiko yang ada.
Kalau tentang milah memilih,aku suka cara mereka mendidik mereka tak pernah menuntut kami apa-apa,menjadi siapa dan harus jadi apa mengarahkan pasti ,tapi tidak sepenuhnya hak memilih ada pada orangtua yang jelas dan yang utama adalah tanggung jawab mengemban apa yang sudah terpilih .
        Berawal dari Mos di sekolah baruku sampai kegiatan belajar mengajar pun aktif
Aku masih terus di asuh dengan dasar agama yang kental
Karena baru awal dan baru beradaptasi,aku masih diantar dan dijemput bapak..tapi kelas satu smester2 aku sudah tidak mau diantar ..merasa bukan anak kecil lagi
Berangkat naik angkutan umum pukul 06.30 dan pulang pukul 14.00 huuhh benar-benar lelah aku menaiki angkutan 2 kali dan jalan sekitar 2km
Kalau aku mengeluh lelah pada ibu,aku malu karena ini yang aku ingin. Sekolah jauhh macet ..
Ada hikmahnya juga aku jadi belajar bagaimana meminimalisir rasa keluh kesah karena akan mengurangi nikmat
    Di Tahap inilah aku ,mengalami klimaks aku mulai dikenal sebagai anak yang kritis .
Tahun kedua masuk sekolah ,menengah atas aku sudah buat ulah,membuat ibu kecewa karena raportku ditahan walikelas bukan masalah nilai ademik namun nilai afektif/kelakuanku buruk .
Awal nya dari guru Matematika aku membuatnya menangis keluar kelas aku sering menyinggung perasannya saat KBM berlangsung ..terakhir yang aku ingat ia berkata “nda sopaan orangtuamu orang mana din ?”
“ibu betawi ayah  jawa”
“kok orang jawa begini?”
“loh !ibu aja orang jawa begituu ngeliat murid kaya ngeliat musuh “
…………………………selanjutnya bisa ditebak .
Aku memang tak suka pelajaran menghitung mumet bawaanya karena aku tidak telaten.Aku juga punya ideology yang kuat .kalau aku dibedakan aku akan berontak kalau aku disalahkan padahal tidak salah aku akan tetep beragumen dan berani menyampaikan .
Aku juga tidak suka cara mengajarnya karena deskriminasi bukan aku yang berpendapat yang lain juga tapi mereka tak bisa mengutarakan dan bertindak .Sedangkan aku?berhadapan dan langsung bicara apa yang kami rasa walau caranya tidak santun .Aku membuat ibu kecewa aku malu …
Ini adalah hal yang dikhawatirkan ibu ..sebagai penyejuk sosok bapak yang saat itu masih tempramental .saat aku bertengkar , ibu tak ingin aku menerapkan kejadian buruk diluar dengan orang lain,tak jarang aku beradu pendapat dengan bapak  ,bapak pun tak mau kalah dengan pendapatnya akupun sama ,bapak tak pernah main fisik apalagi memukul tapi kalau sudah bicara tentang Peraturan,anak akan selalu salah dan orang tua dalam posisi benar ..

       Aku pernah melakukan sesuatu saat kadar emosi bapak tinggi aku tak tau karena apa dia cepat marah watak?atau memang mood?
Saat itu bapak marah dengan ku karena aku buat ulah dan bapak melampiaskannya dengan cara tidak baik bapak bicara dengan nada tinggi dan menggebrak meja saat marah karena hal sepele hingga ibu sesak.saat itu juga aku pergi dari rumah bukan lari dari masalah tapi hanya mendinginkan suasana sebelum pergi aku menulis surat untuk nya dan isinya ..

Annakmu bukanlah anakmu ..
Meraka adalah putra-putri kehidupan terhadap dirinya sendiri
Mereka terlahir lewat dirimu namun tidak berasal darimu
Dan meskipun mereka bersamamu mereka bukan milikmu
Kau boleh memberi cintamu tapi bukan pikiranmu
Sebab mereka punya pikiran sendiri
Kau bisa memelihara tubuhnya namun bukan jiwa mereka Sebab jiwa mereka tinggal dirumah masa depan
Kau boleh berusaha menjadi sepertinya namun jangan jadikan mereka seperti kamu Sebab kehidupan tidak bergerak mundur dan tinggal di hari kemarin
Wahai  orangtua ,kau adalah busur yang meluncurkan anak-anakmu sebagai panah hidup
Pemanah mengetahui sasaran di jalan yang tidak terhingga
Ia melengkungkanmu sekuat tenaganya agar anak panah melesat
Biarlah tubuhmu yang melengkung di tangannya merupakan kegembiraan
Sebab seperti cintanya  terhadap anak panah yang melesat iapun mencintai busur yang kuat .
                     “Dini sayang bapak Dini sayang ibu .Bapak dan Ibu berada  di puncak teratas kecintaan setelah Allah dan Rasul
Maaf ..dini bukan malaikat yang SELALU BENAR”

      Surat ku letakkan dikamar ..aku hanya bermain seharian di tempat yang penuh dengan ilalang aku mengagumi ilalang sejak itu ..ilalang punya semangat hidup yang kuat .Dia tumbuh disegala cuaca,akarnya gerilya di dalam tanah,dan bunganya terbang ke segenap penjuru arah,batangnya meliuk ketika hempasan angin mendera aku bicara dengan ilalang lewat mata ilalang menguatkan aku ..

    Seterusnya itu sudah menjadi kebiasaan ku sampai sekarang saat orang-orang tak mengerti dengan ku aku segera menemui ilalang aku bicara dengan tumbuhan ..  yaa dengan mataa ..aku kembali netral dan pulang dengan memikirkan segala kemungkinan buruk yang akan terjadi ..
Ibu selalu memposisikan dirinya ditengah-tengah dan tidak membela ibu mendekatkan aku kembali dengan suaminya itu  dengan cara terbaiknya .
Perlahan bapak semakin berubah aku sering disebut oleh ibu sebagai obat bapak ..
Tapi aku merasa bapak adalah teman paling akrab saat dirumah tapi kenapa justru aku sering bertengkar?
Itulah bapak .. bapak mau anak-anaknya lebih darinya walau caranya tidak diterima dengan baik .
Akhirnya aku belajar dari itu semua bahwa sesuatu yang buruk tidak akan menjadi baik jika cara mengubah kita juga buruk “
Jika kita mencintai keindahan ,terapkan lah cara-cara dan prosedur hidupmu dengan INDAH 
Makasih ya ALLAH .Merasa lebih baik saaat didekapmu ..
.

Sekolah Menengah Akhir tempatku adalah Madrasah Aliyah Negeri 8 Jakarta Timur
Sudah  mulai disapa cinta,walau pun belum sepenuhnya tau ..
Yang aku andalkan hanyalah cinta pada keluarga,cinta pada orang lain aku belum sepenuhnya tumpah heem memang belum waktunya mungkin ,yang banyak aku jalani disini adalah menyelesikan konflik pada teman,menyelesaikan tugas,memanage waktu,dan menjaga kesantunan.Iya aku semakin banyak berfikir tentang masalalu yang menjadi pemikiran berat kedua orangtuaku tidak akan terjadi lagi karena apapun.

Aku semakin mengerti peran orangtua dalam hidup dan keluarga ..

Aku semakin mengerti bahwasanya hidup adalah perjalanan yang dilakoni oleh tokoh utama yang disebut “manusia”

    Hingga saat Ujian nasional pun tiba...
Pasti ada ragu dalam melewatinya bukan meragukan kemampuan yang ku punya melainkan takut hal buruk akan terjadi ..karena yang aku hindari adalah sebab mengecewakan mereka lagi .Aku belajar disekolah pukul 06.30-15.15

Belum lagi kalau ada pelajaran tambahan seharian otak dipenuhi materi ..
Bersyukurnya aku saat aku butuh dukungan moril,keluargaku memberi tanpa ku meminta
Sepulang sekolah di kamar ternyata sudah ada peralatan UN mulai dari papan jalar,pensil,penghapus bahkan kemeja baru,,kata ayah biar anaknya semangat heem
bapak membelikannya semua ..
Lain dengan cara ibu, bukan hanya mendidik anak2nya tapi mempelajari apa itu kehidupan dan beliau sangat menjujung “proses” aku menyimpulkan ini karena saat aku  geram karena takut dengan ujian nasional SMA ,Ibu bilang seperti ini “dini kan  udah belajar udah usaha dan doa sekarang tinggal lakuin TAHAP berikutnya urusan LULUS no.2 “
Aku mendadak diam Karena bagi orang yang mendengar pertama kali itu pasti aneh dari kalimatnya yang aku garis bawahi adalah TAHAP.Aku  langsung berfikir dan talkself hhm tahap adalah komponen dari proses yaa step by step adalah urutan mencapai akhir itulah yang dinamakan proses ! aku mulai paham bahwasanya tidak ada usaha yang sia2 buktinya aku  LULUS hehe  Alhamdulillah … LULUS lanjut kuliah …
Perjalanan aku memilih UNIVERSITAS SWASTA pun ada tahap nya ..
Tapi aku percaya dimanapun kita menuntut ilmu terpenting adalah dimana dan bagaimana kita mengaplikasikannya  ..
Universitas aku tekuni sekarang memang pilihan bukan pelarian

    Semakin aku besar dan tumbuh aku semakin belajar mengatasi KEHILANGAN,SENDIRI dan SEPI..
Dulu saat kecil saat sendiri ditemani buku gambar aku sudah terasa punya teman tapi sekarang lain cerita  ..

Kalau mendengar cerita ibu ..saat aku dalam kandungan ,ibu penakut dan takut sendiri biasanya kan  bawaan bayinya?atau sugesti?entahlah ..yang aku tau ALLAH maha adil ada memiliki ada juga kehilangan ..
Yang jelas saat ibu takut sendiri dan sepi,ibu selalu mencari cara agar kesendirian dan kesepiannya  terbunuh
Semoga itu menular padaku sekarang kalau aku merasakan apa yang aku takutkan ,aku mengondisikan sebaik mungkin dengan akal sehat..
Semakin hari semakin banyak hal yang membuatku terpacu untuk dewasa,mungkin belum sempurna tapi menuju pendewasaan diri

Mulai belajar  menerima banyak hal yang semakin menunjukkan inilah  dunia nyata !
Semoga aku dapat menghidupkan mimpiku ..dengan semangat pemenang 
Doakan aku yang dari hari kehari meracik formula kesuksesanku untuk sebuah mimpi yang begitu besar..
LULUS kuliah,jadi sarjana,mendapatkan kerjaan yang layak ,menikah dan sakinah bersama suami dan anak-anakku nanti .
Membahagiakan keluarga dan punya sahabat-sahabat yang hebat
Mereka akan berdatangan sebentar lagi karena aku sudah bisa mencium harumnya…

“Jiwa PEMENANG adalah  yang bersungguh menjadi pemenang dan menerima kemungkinan akan kalah ,masalah terbesar bukan pada  pilihan menang atau kalah melainkan meniadakan kemunduran/kematian saat kalah pertandingan “