Pengaruh desain terhadap dunia kita
Saya mau bahas berbau etnik nih
Indonesia puya gitu
looh ,simak yaaa
Desain Grafik Etnik
di Indonesia
Desain grafis dengan
sentuhan etnik kedaerahan sudah lama dikenal di Indonesia. Sejak hadirnya
sentuhan modernitas (dalam hal ini teknologi cetak) di Indonesia, para
perancang grafis sudah mulai memasukkan simbol-simbol kedarahan dalam
karya-karya desain. Pada awalnya unsur etnisitas yang hadir dalam karya grafis
biasanya lahir dari tuntutan komunikasi budaya setempat (komunikasi dengan
masyarakat lokal) atau komunikasi persuasi pariwisata untuk konsumsi masyarakat
luar negeri. Para desainer modern di Indonesia juga banyak yang memanfaatkan
unsur etnisitas dalam karya-karyanya seperti Tjahjono Abdi (Mindglow Design),
Hermawan Tanzil (Le Bo Ye), dan Hanny Kardinata, yang dengan kemampuannya yang
sangat baik berhasil mengawinkan modernitas dengan etnisitas kedaerahan
Indonesia.
Desain Grafis
Indonesia sebagai Identitas Nasional?
Dalam suatu negara diperlukan unsur pemersatu bangsa. Unsur pemersatu bangsa
ini harus diterjemahkan dalam simbol-simbol (baik bersifat visual maupun
verbal), agar setiap warga negara dapat merasakan rasa kebangsaan yang
sama di mana pun mereka berada. Negara-negara yang kebudayaan lokalnya begitu
kuat (contoh Jepang dan China) telah memanfaatkan desain grafis etnik bukan
hanya dalam media komunikasi persuasif, namun juga dalam media sebagai
identitas kebangsaan. Ada rasa kebangsaan yang timbul saat melihat karya desain
dengan sentuhan etnik mereka.
Adakah peluang desain etnik sebagai desain grafis (khas)
Indonesia? Desain grafis yang merepresentasikan identitas nasional?
Berikut ini fakta dan tantangannya :
1. Indonesia tidak monokultural, melainkan multikultural.
Tidak ada akar budaya yang mendominasi seluruh pelosok tanah air. Memang ada desain gaya Jawa Tengah, gaya Bali, gaya Dayak, gaya Aceh, namun manakah yang bergaya khas Indonesia? (Hal yang sama juga sering dipertanyakan dalam bidang budaya lainnya). Apakah semua keetnikan Indonesia harus dihadirkan secara bersamaan untuk membentuk konsep ke-indonesia-an (seperti tampak dalam desain-desain promosi pariwisata)? Dapatkah satu kebudayaan lokal menjadi representasi kebudayaan lokal lainnya? Dapatkah ditemukan unsur visual(image) yang merepresentasikan sebuah entitas Indonesia (selain Burung Garuda Pancasila dan Bendera merah Putih yang secara resmi telah menjadi identitas negara)? Atau kita biarkan saja keragamannya membentuk konsep ke-indonesia-an? Pertanyaan-pertanyaan tadi patut kita renungkan bersama. Desain etnis memang dapat terjebak dalam primordialisme sempit, mengekspos keunggulan etnis yang satu dan mengecilkan etnis yang lain. Namun di sisi baiknya desain etnik memang menjanjikan ruang eksplorasi bagi para desainer grafis, terutama yang mengakar pada daerah setempat.
Berikut ini fakta dan tantangannya :
1. Indonesia tidak monokultural, melainkan multikultural.
Tidak ada akar budaya yang mendominasi seluruh pelosok tanah air. Memang ada desain gaya Jawa Tengah, gaya Bali, gaya Dayak, gaya Aceh, namun manakah yang bergaya khas Indonesia? (Hal yang sama juga sering dipertanyakan dalam bidang budaya lainnya). Apakah semua keetnikan Indonesia harus dihadirkan secara bersamaan untuk membentuk konsep ke-indonesia-an (seperti tampak dalam desain-desain promosi pariwisata)? Dapatkah satu kebudayaan lokal menjadi representasi kebudayaan lokal lainnya? Dapatkah ditemukan unsur visual(image) yang merepresentasikan sebuah entitas Indonesia (selain Burung Garuda Pancasila dan Bendera merah Putih yang secara resmi telah menjadi identitas negara)? Atau kita biarkan saja keragamannya membentuk konsep ke-indonesia-an? Pertanyaan-pertanyaan tadi patut kita renungkan bersama. Desain etnis memang dapat terjebak dalam primordialisme sempit, mengekspos keunggulan etnis yang satu dan mengecilkan etnis yang lain. Namun di sisi baiknya desain etnik memang menjanjikan ruang eksplorasi bagi para desainer grafis, terutama yang mengakar pada daerah setempat.
2. Desain etnik di Indonesia sering terjebak dalam pesan
romantika masa lalu.
Hal ini dikarenakan simbol-simbol, icon, dan indeks kebudayaan lokal yang berupa cuplikan dari artefak kebudayaan masa lalu diserap dalam desain tanpa dilebur dalam simbol modernitas. Ruang komunikasi desain etnik Indonesia akhirnya menjadi sempit, sebatas persoalan kekayaan peninggalan budaya masa lalu. Memang di satu sisi baik bagi komunikasi yang mencoba ‘menjual’ budaya tradisional, namun apakah peran desain etnik hanya sampai di sini?
Hal ini dikarenakan simbol-simbol, icon, dan indeks kebudayaan lokal yang berupa cuplikan dari artefak kebudayaan masa lalu diserap dalam desain tanpa dilebur dalam simbol modernitas. Ruang komunikasi desain etnik Indonesia akhirnya menjadi sempit, sebatas persoalan kekayaan peninggalan budaya masa lalu. Memang di satu sisi baik bagi komunikasi yang mencoba ‘menjual’ budaya tradisional, namun apakah peran desain etnik hanya sampai di sini?
3. Kalaupun ada desain grafis modern yang mencoba menggali
idiom-idiom visual keetnikan, sering hanya sebatas ‘yang terlihat’
(dengan proses ‘instan’ misalnya scan atau trace dari artefak lama), tanpa menggali lebih jauh ke dalam makna filosofis dan proses penciptaan idiom keetnikan tersebut. ‘Ke-instan-an’ generasi postmodern desainer grafis membuat desain etnik sering hanya bersifat tempelan.
(dengan proses ‘instan’ misalnya scan atau trace dari artefak lama), tanpa menggali lebih jauh ke dalam makna filosofis dan proses penciptaan idiom keetnikan tersebut. ‘Ke-instan-an’ generasi postmodern desainer grafis membuat desain etnik sering hanya bersifat tempelan.
4. Indonesia tidak mempunyai simbol bunyi bahasa atau aksara
yang diperlakukan secara nasional.
Indonesia memang memiliki huruf Palawa, huruf Jawa Hanacaraka, huruf Batak, dsb, namun aksara tadi tidak dapat digunakan dalam konteks modernitas, tapi hanya merupakan warisan masa lalu. Sehingga kalaupun digunakan saat ini hanya akan terlihat eksotika masa lalu, tanpa menghadirkan realitas kekinian. Lain halnya negara yang memiliki aksara tersendiri, sebutlah China dan Jepang. Desain semodern apapun ketika diberi aksara kanji, akan terlihat sangat ‘etnik Asia Timur’. Demikian juga negara-negara yang memiliki aksara tersendiri seperti negara-negara Arab(lihat karya desainer Iran seperti Mehdi Saeedi, Reza Abedini, dan majid Abazi yang dengan cerdik mengolah kaligrafi Arab), dan juga negara-negara Thailand, Korea, dan masih banyak lagi. Negara-negara yang memiliki simbol aksara sendiri dapat lebih leluasa mengenakan ‘baju modernitas’ bahkan ‘baju postmodernitas’ dalam desainnya tanpa kehilangan identitas lokal. Mereka tidak perlu memperlihatkan icon-icon masa lalu untuk menceritakan identitasnya.
Indonesia memang memiliki huruf Palawa, huruf Jawa Hanacaraka, huruf Batak, dsb, namun aksara tadi tidak dapat digunakan dalam konteks modernitas, tapi hanya merupakan warisan masa lalu. Sehingga kalaupun digunakan saat ini hanya akan terlihat eksotika masa lalu, tanpa menghadirkan realitas kekinian. Lain halnya negara yang memiliki aksara tersendiri, sebutlah China dan Jepang. Desain semodern apapun ketika diberi aksara kanji, akan terlihat sangat ‘etnik Asia Timur’. Demikian juga negara-negara yang memiliki aksara tersendiri seperti negara-negara Arab(lihat karya desainer Iran seperti Mehdi Saeedi, Reza Abedini, dan majid Abazi yang dengan cerdik mengolah kaligrafi Arab), dan juga negara-negara Thailand, Korea, dan masih banyak lagi. Negara-negara yang memiliki simbol aksara sendiri dapat lebih leluasa mengenakan ‘baju modernitas’ bahkan ‘baju postmodernitas’ dalam desainnya tanpa kehilangan identitas lokal. Mereka tidak perlu memperlihatkan icon-icon masa lalu untuk menceritakan identitasnya.
5. Indonesia memiliki kebudayaan yang mirip dengan negara tetangganya
seperti Malaysia, Singapura, Papua New Gunea.
Negara-negara Malaysia dan Singapura yang gencar mempromosikan identitas nasionalnya sering menampilkan etnisitas sebagai penduduknya, yang sebenarnya dimiliki juga oleh Indonesia (karena adanya etnik di perbatasan seperti budaya Semenanjung Melayu dan Kalimantan). Pengaruh komunikasi massa dalam menyampaikan etnisitas memang sangat penting. Bisa saja masyarakat dunia lebih menganggap budaya Melayu atau budaya Dayak milik negara tetangga kita, karena komunikasi massa mereka yang lebih intensif dan terpola dengan baik (National Branding atau City Branding).
Negara-negara Malaysia dan Singapura yang gencar mempromosikan identitas nasionalnya sering menampilkan etnisitas sebagai penduduknya, yang sebenarnya dimiliki juga oleh Indonesia (karena adanya etnik di perbatasan seperti budaya Semenanjung Melayu dan Kalimantan). Pengaruh komunikasi massa dalam menyampaikan etnisitas memang sangat penting. Bisa saja masyarakat dunia lebih menganggap budaya Melayu atau budaya Dayak milik negara tetangga kita, karena komunikasi massa mereka yang lebih intensif dan terpola dengan baik (National Branding atau City Branding).
Perkembangan Film Indonesia
Film pertama kali dipertontonkan untuk khalayak umum dengan
membayar berlangsung di Grand Cafe Boulevard de Capucines, Paris, Perancis pada
28 Desember 1895. Peristiwa ini sekaligus menandai lahirnya film dan bioskop di
dunia. Karena lahir secara bersamaan inilah, maka saat awal-awal ini berbicara
film artinya juga harus membicarakan bioskop. Meskipun usaha untuk membuat
“citra bergerak” atau film ini sendiri sudah dimulai jauh sebelum tahun 1895,
bahkan sejak tahun 130 masehi, namun dunia internasional mengakui bahwa
peristiwa di Grand Cafe inilah yang menandai lahirnya film pertama di dunia.
Pelopornya adalah dua bersaudara Lumiere Louis (1864-1948)
dan Auguste (1862-1954). Thomas A. Edison juga menyelenggarakan bioskop di New
York pada 23 April 1896. Dan meskipun Max dan Emil Skladanowsky muncul lebih
dulu di Berlin pada 1 November 1895, namun pertunjukan Lumiere bersaudara
inilah yang diakui kalangan internasional. Kemudian film dan bioskop ini
terselenggara pula di Inggris (Februari 1896), Uni Sovyet (Mei 1896), Jepang
(1896-1897), Korea (1903) dan di Italia (1905).
Perubahan dalam industri perfilman, jelas nampak pada
teknologi yang digunakan. Jika pada awalnya, film berupa gambar hitam putih,
bisu dan sangat cepat, kemudian berkembang hingga sesuai dengan sistem
pengelihatan mata kita, berwarna dan dengan segala macam efek-efek yang membuat
film lebih dramatis dan terlihat lebih nyata.
Film kita tidak hanya dapat dinikmati di televisi, bioskop,
namun juga dengan kehadiran VCD dan DVD, film dapat dinikmati pula di rumah
dengan kualitas gambar yang baik, tata suara yang ditata rapi, yang
diistilahkan dengan home theater. Dengan perkembangan internet, film juga
dapat disaksikan lewat jaringansuperhighway ini.
Industri Film
Indonesia
Bagaimana dengan industri film Indonesia? Topik lama ini
sudah dua dekade lamanya menjadi bahan perbincangan kalangan film Indonesia.
Film-film Indonesia selama dua dekade ini (1980-an dan 1990-an) terpuruk sangat
dalam. Insan film Indonesia seperti tak bisa berkutik menghadapi arus film
impor. Masalah yang dihadapi harus diakui sangatlah kompleks. Mulai dari
persoalan dana, SDM, hingga kebijakan pemerintah. Persoalan ini dari tahun ke
tahun semakin melebarkan jarak antara film, bioskop dan penonton, tiga komponen
yang seharusnya memiliki pemahaman yang sama terhadap sebuah industri film.
Di awal millenium baru ini tampaknya mulai ada gairah baru
dalam industri film Indonesia. Karya-karya sineas seperti Garin Nugroho, Riri
Reza, Rizal Mantovani, Jose Purnomo dan beberapa sineas lainnya seperti
memberikan semangat baru pada industri film Indonesia. Kenyataan ini cukup
memberi harapan, karena selain terjadi disaat bersamaan dengan bangkitnya
film-film dari dunia ketiga, tak terasa bahwa industri perfilman sesungguhnya
sudah seratus tahun dikenal di Indonesia.
Di Indonesia, film pertamakali diperkenalkan pada 5 Desember
1900 di Batavia (Jakarta). Pada masa itu film disebut “Gambar Idoep”.
Pertunjukkan film pertama digelar di Tanah Abang. Film adalah sebuah film
dokumenter yang menggambarkan perjalanan Ratu dan Raja Belanda di Den Haag.
Pertunjukan pertama ini kurang sukses karena harga karcisnya dianggap terlalu
mahal. Sehingga pada 1 Januari 1901, harga karcis dikurangi hingga 75% untuk
merangsang minat penonton.
Film cerita pertama kali dikenal di Indonesia pada tahun
1905 yang diimpor dari Amerika. Film-film impor ini berubah judul ke dalam
bahasa Melayu. Film cerita impor ini cukup laku di Indonesia. Jumlah penonton
dan bioskop pun meningkat. Daya tarik tontonan baru ini ternyata mengagumkan.
Film lokal pertama kali diproduksi pada tahun 1926. Sebuah film cerita yang
masih bisu. Agak terlambat memang. Karena pada tahun tersebut, di belahan dunia
yang lain, film-film bersuara sudah mulai diproduksi.
Film cerita lokal pertama yang berjudul Loetoeng
Kasaroeng ini diproduksi oleh NV Java Film Company. Film lokal berikutnya
adalah Eulis Atjih yang diproduksi oleh perusahaan yang sama. Setelah
film kedua ini diproduksi, kemudian muncul perusahaan-perusahaan film lainnya
seperti Halimun Film Bandung yang membuat Lily van Java dan Central
Java Film Coy (Semarang) yang memproduksi Setangan Berlumur Darah.
Industri film lokal sendiri baru bisa membuat film bersuara
pada tahun 1931. Film ini diproduksi oleh Tans Film Company bekerjasama dengan
Kruegers Film Bedrif di Bandung dengan judul Atma de Vischer. Selama kurun
waktu itu (1926-1931) sebanyak 21 judul film (bisu dan bersuara) diproduksi.
Jumlah bioskop meningkat dengan pesat. Filmrueve (majalah film pada masa itu)
pada tahun 1936 mencatat adanya 227 bioskop.
Kalau di awal munculnya bioskop, satu bioskop memiliki
beberapa kelas penonton, tahun ‘80-an ini bioskopnya yang menjadi
berkelas-kelas. Cinemascope kemudian lebih dikenal sebagai bioskop 21. Dengan
kehadiran bisokop 21, film-film lokal mulai tergeser peredarannya di bioskop-bioskop
kecil dan bioskop-bioskop pinggiran. Apalagi dengan tema film yang cenderung
monoton dan cenderung dibuat hanya untuk mengejar keuntungan saja, tanpa
mempertimbangkan mutu film tersebut.
Hal lain yang juga tak bisa dipungkiri turut berperan dalam
terpuruknya film nasional ini adalah impor dan distribusi film yang diserahkan
kepada pihak swasta. Bioskop 21 bahkan hanya memutar film-film produksi
Hollywood saja, tidak mau memutar film-film lokal. Akibatnya, di akhir tahun
‘80-an, kondisi film nasional semakin parah dengan hadirnya stasiun-stasiun
televisi swasta yang menghadirkan film-film impor dan sinema elektronik serta
telenovela.
kehadiran kamera-kamera digital berdampak positif juga dalam
dunia film Indonesia. Mulailah terbangun komunitas film-film independen.
Film-film yang dibuat di luar aturan baku yang ada. Film-film mulai diproduksi
dengan spirit militan. Meskipun banyak fillm yang kelihatan amatir namun
terdapat juga film-film dengan kualitas sinematografi yang baik. Sayangnya
film-film independen ini masih belum memiliki jaringan peredaran yang baik.
Sehingga film-film ini hanya bisa dilihat secara terbatas dan di ajang festival
saja.
Kini, film Indonesia telah mulai berderak kembali. Beberapa film bahkanbooming dengan
jumlah penonton yang sangat banyak. Sebut saja, Ada apa dengan Cinta, yang
membangkitkan kembali industri film Indonesia. Beberapa film lain yang laris
manis dan menggiring penonton ke bioskop seperti Petualangan Sherina, Jelangkung,
Ayat-Ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, Laskar Pelangi maupun Naga Bonar Jadi
2. Genre film juga kian variatif, meski tema-tema yang diusung terkadang
latah, jika sedang ramai horor, banyak yang mengambil tema horor, begitu juga
dengan tema-tema remaja/anak sekolah.
Dengan variasi yang diusung, itu memberikan kesempatan media film
menjadi sarana pembelajaran dan motivator bagi masyarakat. Seperti filmKing,
Garuda di Dadaku, serta Laskar Pelangi. Bahkan, Indonesia sudah
memulai masuk ke industri animasi. Meski bukan pertama, dulu pernah ada animasi
Huma, kini hadir film animasi Meraih Mimpi, yang direncanakan akan go
international.
Desain
pemodelan grafis dari segi interaksi manusia dan komputer
Kemampuan estetika dari desain grafis dan tipografi adalah peningkatan
yang penting terhadap desain sistem manusia-komputer sebagai pengguna antarmuka
menjadi lebih fleksibel dan powerfull. Bagaimanapun, hal ini belum dapat
diklaim untuk menjadi media baru yang tekstual dan penampilan grafik yang diunggulkan.
Jelasnya, tidak ada individu dapat diharapkan mempunyai pelatihan formal di
semua bidang tersebut, walaupun permintaan cukup tinggi untuk orang dengan
latar belakang multidisipliner, gabungan kemampuan sistem komputer dengan
beberapa keahlian ilmu manusia.
Suatu alternatif yang lebih realistis adalah untuk menuju ke suatu
kesadaran akan tingkat pemahaman menyeluruh dari subjek bidang-bidang yang
relevan, mungkin dikombinasikan dengan ilmu yang khusus dalam satu bidang atau
lebih. Tingkat kesadaran dari ilmu pengetahuan adalah esensi khusus untuk insinyur
dan ilmuwan komputer, yang secara mendasar diharapkan mendesain antarmuka
pengguna-sistem sebagai bagian dari sistem proses desain secara menyeluruh.
Interaksi computer dengan manusia atau dengan bahasa inggris dikenal dengan
“human-computer interaction / HCI” merupakan ilmu yang mempelajari hubungan
antara computer dengan manusia yang meliputi perancangan, evaluasi, dan juga
implementasi antar muka pengguna computer agar mudah digunakan oleh manusia.Ilmu
ini berusaha untuk menemukan cara yang paling efektif untuk dapat merancang
pesan secara elektronik, sedangkan interaksi manusia da computer sendiri
merupakan serangkaian proses, dialog dan kegiatan yang dilakukan oleh manusia
untuk berinteraksi dengan computer yang keduanya saling memberikan masukan dan
umpan balik melewati sebuah antar muka untuk mendapatkan hasil akhir yang
diharapkan. Tujuan dari
interaksi ini adalah agar memudahkan manusia dalam melakukan pengoperasian
terhadap computer dan memperoleh beberapa umpan balik yang mereka perlukan
selama mereka bekerja menggunakan computer dan juga mengharapkan agar system
computer yang dirancangnya dapat bersifat akrab dan ramah dengan penggunanya
(user friendly. Kita membutuhkan interaksi tersebut agar kita bisa lebih cepat
untuk menyelesaikan suatu pekerjaan serta membuat waktu dalam prosesnya menjadi
lebih cepat dan juga itu akan mempengaruhi biaya yang akan dikeluarkan.
Pengalaman
pengguna desain (UXD atau UED) adalah proses meningkatkan kepuasan pengguna
dengan meningkatkan kegunaan, kemudahan penggunaan, dan kesenangan yang
diberikan dalam interaksi antara pengguna dan produk. Pengalaman Pengguna
desain meliputi interaksi manusia-komputer tradisional (HCI) desain, dan meluas
dengan mengatasi semua aspek produk atau jasa seperti yang dirasakan oleh
pengguna. pengalaman pengguna adalah setiap aspek interaksi seseorang dengan
sistem iT yang diberikan, termasuk antarmuka, grafis, desain industri, interaksi
fisik , dan manual.
Masih penasaran ya tentang HCI ?
Saya jelaskan secara history nya nih ..
Memahami sejarah mengenai HCI/IMK adalah tentang memahami serangkaian
pergeseran paradigma. Pengertian dari memahami pergeseran paradigma itu
sendiri adalah memahami dari mana anda datang sehingga dapat menjadi hubungan
hingga dapat menyimpulkan kemana anda akan pergi.
Paradigma dapat menuturkan interaksi yang telah ada sebelumnya dan
dianggap telah berhasil beserta prinsip interaksi yang seharusnya ada pada
suatu desain sistem interaksi itu. hal tersebut bertujuan agar pengguna dapat
mencapai sesuatu yang di inginkan di dalam sebuah aplikasi.
Pergeseran paradigma HCI dimulai dengan bergantinya card,
tape ke Video Display Unit atau mainframe beralih ke personal computer, glass
tty beralih ke WIMP interface, single user bergeser ke CSCW, dan banyak hal
yang bergeser seiring dengan berjalannya waktu dan penemu banyak mengeluarkan
resolusi baru untuk teknologi. Sejarah HCI Pada tahun 1945, Vennevar Bush
menyatakan dalam Athlantic Monthly, bahwa untuk membuat suatu publikasi unutk
menjadi nyata yang perlu dilakukan hanyalah membuat catatan.. Bush
mengembangkan suatu alat yang disebut dengan Memex, suatu inovasi penyimpanan
informasi dan pengambilan produk yang memiliki tujuan untuk dapat meningkatkan
kemampuan penyimpanan data informasi dengan memori yang sudah cukup besar,yang
dapat membuat jejak link melalui materi. Selanjutnya pada tahun 1960-an,
J.K. Licklinder menyatakan tentang hubungan simbiosis antara manusia dan
komputer dimana pasangan otak manusia dan mesin komputer sangat berhubungan
dengan informasi yang merevolusi penanganan suatu komputer. Memiliki suatu visi
yang terbagi menjadi Immed dan intermed. Immed terdiri dari waktu
berbagi,interakif dimana sistem waktu yang dikehandaki nyata,dan penyimpana
informasi dengan skala yang besar. Intermed terdiri dari gabungan speech
recognition , caracter recognition, pena cahaya pengeditan yang terbagi menjadi
pemahaman bahasa yang masih alami/dasar, pengenalan bahasa yang dilakukan user
sendiri, dan pemrograman yang bersifat hueristik. Pada pertengahan
tahun1960-an, komputer dirasakan terlalu mahal bagi individu, waktu berbagi,
peningkatan aksesibilitas, sistem interaktif, pengolahan teks, menge dit email,
shared file system, semua hal itu membutuhkan HCI.
Sistem terkemuka dan prototype
Kantor masa depan adalah konsep yang berasal dari tahun 1940-an. Hal ini juga dikenal sebagai " kantor tanpa kertas ". Setelah enam puluh tahun nubuat terpenuhi frase
"kantor paperless" telah didiskreditkan sedikit. Penelitian dan pengembangan di sekitar ide terus di bawah
nama "kantor masa depan", dengan beberapa hal baru.
Kantor
praktis pertama dari konsep masa depan mungkin adalah seri mesin yang disajikan
dalam kehidupan pada November 1945. majalah Life menyewa
ilustrator dari Sperry Rand untuk membuat gambar dari konsep Vannevar Bush telah disajikan beberapa bulan sebelumnya.
Konsep Dynabook slate
Banyak konsep-konsep untuk sistem komputer
masa depan yang disajikan pada tahun 1960 dan 1970-an, tetapi tidak benar-benar
menyentuh pekerjaan kantor . Misalnya,Dynabook ide (disajikan oleh Alan kay dan Xerox PARC ) mengusulkan komputer pribadi slate seperti
portable yang bisa digunakan di kantor, tapi yang benar-benar merupakan alat
eksplorasi yang sangat pribadi, berarti lebih untuk menarik seni, menulis musik
atau menciptakan algoritma baru daripada menulis surat bisnis.
Starfire Video prototipe
Sun Microsystems disajikan kantor lengkap
konsep masa depan ketika membuat nya scara publik pada tahun 1994. Seperti sistem, The
Starfire prototipe telah kadang-kadang disebut-sebut sebagai memprediksi
kelahiran World Wide Web. Meskipun benar bahwa kita melihat pahlawan
"navigasi" apa narator menggambarkan sebagai "ruang informasi yang
luas" ini memakan tapi beberapa detik di awal 15 menit Starfire video.
The Starfire jauh lebih dari sebuah mesin web
navigasi. The Starfire Video menunjukkan di sisa 15 menit persenjataan lengkap besar
hardware dan software konsep-konsep seperti antarmuka gestural, integrasi
keseluruhan dengan telepon umum dan inovasi lainnya. Seperti sistem Memek yang Starfire memiliki besar, meja
besar sebagai fitur yang berada di pusat, dan mengusulkan perangkat yang
kompatibel di pelengkap meja, seperti laptop dengan keyboard dan corder dan videoconference maju.
Microsoft dan IBM prototipe
Dua visi terpadu terbaru dari kantor digital
masa depan datang dari Mirosoft dan IBM . Di satu sisi mereka berada di oposisi yang menarik. D # layar dan yang broadbench software
terlihat seperti informatika mimpi ruang kerja, ilmu komputer atau perangkat lunak budaya pengembang lazim
di Microsoft. The Bluespace prototipe tampaknya seperti lingkungan yang sempurna untuk
ambisius muda IBM penjual, sehingga mengkhianati penjual-centric budaya lazim
dalam IBM.
The Bluespace prototipe diisi dengan tambahan
dimaksudkan untuk mengelola dan mengendalikan aliran gangguan yang datang ke
pengguna tetapi tidak untuk benar-benar menghentikan mereka atau mencegah
mereka dengan cara yang definitif. Semua elemen yang cukup kecil untuk masuk ke dalam bilik
khas atau bahkan lebih kecil dari norma.Sementara layar dan perangkat lain mengelilingi
pengguna, mereka cukup fleksibel untuk memungkinkan kerja sama tim fisik antara
dua atau tiga pengguna lain masuk ke bilik.
Kedua prototipe membutuhkan pekerjaan yang
harus disesuaikan dengan apa yang kebanyakan manajer atau profesional
mempertimbangkan "nyata" meja, itu adalah meja alas, yang terletak di kantor tertutup. Mereka juga akan membutuhkan ulang dan kembali
berpikir-akan disesuaikan dengan jenis meja yang ditemukan di kantor rumah atau usaha kecil kantor, seperti meja lemari
Tim di IBM Research dan Microsoft Research
saat ini bekerja pada menyempurnakan prototipe tersebut.
Seni dan keindahan
Pada awal tahun 2001 Museum of Modern Art (MoMA) di kota New York disajikan pameran
panjang 3 bulan disebut "Workspheres", yang mengeksplorasi perandesain industri dalam menciptakan apa yang
dimaksudkan untuk menjadi solusi yang efektif dan estetika untuk menyajikan dan
isu-isu lingkungan kantor masa depan.
Di antara 151 benda atau ansambel disajikan
ada 6 karya ditugaskan khusus untuk pameran, dari perusahaan desain industri
berpengalaman. Sementara beberapa karya memiliki aspek praktis, mereka semua dipilih untuk
dampak artistik mereka. Sebuah katalog lengkap dari pameran diproduksi dan website khusus, dengan
antarmuka artistik tersendiri, diletakkan di atas garis.
"Kantor Masa Depan" juga merupakan
nama dari sebuah proyek penelitian yang sedang berlangsung (berbasis di
Departemen Ilmu Komputer)
Konsep-konsep interaksi computer
Yang pertama itu adalaah
Hardware
:
adalah kumpulan elemen-elemen fisik yang merupakan sistem komputer. Hardware
komputer mengacu pada bagian fisik atau komponen komputer seperti monitor,
mouse, keyboard, penyimpanan data komputer, hard disk drive (HDD), unit sistem
(kartu grafis, kartu suara, memori, motherboard dan chip), dll yang semuanya
benda fisik yang bisa disentuh (dikenal sebagai tangible). Sebaliknya, perangkat lunak instruksi yang
dapat disimpan dan dijalankan oleh perangkat keras.
Interaksi metode desain :
Terdapat macam nya …
Kegiatan yang berpusat desain (ACD), yang merupakan sebuah
pendekatan untuk desain interaksi, tidak fokus pada tujuan dan preferensi
pengguna, tetapi pada aktivitas user akan tampil dengan bagian tertentu dari
teknologi. ACD memiliki teoretis di Activity Theory, dapat didefinisikan
sebagai tindakan yang diambil oleh pengguna untuk mencapai suatu tujuan.Ketika
bekerja dengan desain kegiatan berpusat, para desainer menggunakan penelitian
untuk mendapatkan wawasan dari para pengguna. Observasi dan wawancara
pendekatan khas untuk mempelajari lebih lanjut tentang perilaku pengguna.
Dengan memetakan kegiatan pengguna dan tugas perancang mungkin melihat tugas-tugas
yang hilang untuk kegiatan menjadi lebih mudah dilakukan, dan dengan demikian
merancang solusi untuk menyelesaikan tugas-tugas.
Bodystorming adalah
teknik kadang-kadang digunakan dalam desain interaksi atau sebagai teknik
kreativitas. Yang akan melalui ide dengan artefak improvisasi dan aktivitas
fisik untuk membayangkan solusi. Pengalaman Pengguna Desain (UXD) Teknik ini
sangat ideal untuk merancang ruang fisik (misalnya desain interior toko) tetapi
juga dapat digunakan untuk merancang produk fisik atau perangkat lunak.
Desain Kontekstual
(CD) adalah proses desain yang berpusat pada pengguna yang dikembangkan oleh
Hugh Beyer dan Karen Holtzblatt. Menggabungkan metode etnografi untuk
mengumpulkan data yang relevan dengan produk melalui studi lapangan,
rasionalisasi alur kerja, dan merancang antarmuka manusia-komputer. Dalam
prakteknya, ini berarti bahwa peneliti mengumpulkan data dari pelanggan di
lapangan di mana orang hidup dan menerapkan temuan ini menjadi produk akhir.
[1] Desain Kontekstual dapat dilihat sebagai alternatif untuk teknik dan fitur
didorong model menciptakan sistem baru.
Kegunaan :
Pengujian kegunaan
berfokus pada mengukur kapasitas produk buatan manusia untuk memenuhi tujuan
yang telah ditetapkan. Contoh produk yang biasa manfaat dari pengujian kegunaan
adalah makanan, produk konsumen, situs web atau aplikasi web, interface
komputer, dokumen, dan perangkat. Pengujian kegunaan mengukur kegunaan, atau
kemudahan penggunaan, dari objek tertentu atau set objek, sedangkan penelitian
interaksi manusia-komputer umum berusaha untuk merumuskan prinsip-prinsip
universal.
Evaluasi heuristik
adalah metode pemeriksaan kegunaan untuk perangkat lunak komputer yang membantu
untuk mengidentifikasi masalah kegunaan dalam user interface (UI) desain.
Secara khusus melibatkan evaluator memeriksa antarmuka dan menilai kepatuhan
dengan prinsip-prinsip kegunaan diakui (the "heuristik"). Metode evaluasi
ini sekarang banyak diajarkan dan dipraktekkan di sektor media baru, di mana
UIS sering dirancang dalam waktu singkat dengan anggaran yang dapat membatasi
jumlah uang yang tersedia untuk menyediakan jenis pengujian antarmuka
Models an Laws
Hukum Hick, atau Hukum Hick-Hyman, dinamai psikolog Inggris
William Edmund Hick dan Ray Hyman, menjelaskan waktu yang diperlukan bagi
seseorang untuk membuat keputusan sebagai hasil dari pilihan yang mungkin ia
memiliki: meningkatkan jumlah pilihan akan meningkatkan waktu keputusan
logaritmis. Hukum Hick-Hyman menilai kapasitas informasi kognitif dalam
percobaan reaksi pilihan. Jumlah waktu yang dibutuhkan untuk memproses sejumlah
bit dalam hukum Hick-Hyman dikenal sebagai tingkat keuntungan informasi.Hukum
Hick kadang-kadang dikutip untuk membenarkan keputusan desain menu. Misalnya,
untuk menemukan kata yang diberikan (misalnya nama perintah) dalam daftar kata
acak memerintahkan (misalnya menu), scanning dari setiap kata dalam daftar yang
diperlukan, memakan waktu linier, sehingga hukum Hick tidak berlaku. Namun,
jika daftar abjad dan pengguna mengetahui nama perintah, ia mungkin dapat
menggunakan strategi pengelompokan yang bekerja dalam waktu logaritmik